DONGENG ANAK : KISAH ENJELI SI ANAK MANJA

loading...

DONGENG ANAK
KISAH ENJELI SI ANAK MANJA

By : Maria Pusuma R.


Di sebuah desa bernama Montavia, hiduplah seorang tukang kayu bernama Huda. Ia tinggal bersama Istri, Elisa dan anak semata wayangnya, Enjeli. Enjeli tidak pernah mau membantu orang tuanya dan selalu merengek jika disuruh. Enjeli tumbuh menjadi gadis kecil yang sangat manja. Keinginannya harus dituruti.

Keluarga Enjeli hidup sangat sederhana. Huda setiap hari harus pergi ke hutan menebang kayu, sedangkan Elisa pergi ke kota untuk menjual kue buatannya. Suatu ketika Elisa sakit. Ia berkata pada Enjeli : “Enjeli, anakku. Ibu sedang tidak enak badan. Bolehkah kamu menggantikan Ibu mengantar kue-kue ini?”

Wajah Enjeli langsung marah. “Aku tidak mau!” tolaknya dan membuat Ibunya sedih. Enjeli langsung berlari menuju Ayahnya yang sedang sarapan. “Ayaaaah… Ibu menyuruhku pergi menjual kue. Aku takut nanti ada yang hendak menjahati aku.” Rengek Enjeli manja.

“Ya sudah, Enjeli. Kau tidak perlu ke kota. Biar Ayah bilang nanti ke Ibumu.” Huda meletakkan sendoknya dan meninggalkan Enjeli untuk menemui Elisa. Enjeli tersenyum penuh kemenangan.

“Elisa, jangan memaksa Enjeli ke kota. Kau saja lah yang pergi ke kota sendiri.” Ujar Huda dengan nada tegas.

“Tapi, Huda. Aku sedang tidak enak badan. Kue-kue ini sudah terlanjur aku buat. Jika tidak dijual maka akan mubadzir.” Jawab Elisa.

Huda pun memutar akal bagaimana supaya kue-kue ini bisa ia jual.“Ah, begini saja. Aku akan ke kota bersama Enjeli. Kau istirahatlah di rumah.” Putus Huda.

Saat Huda mengajak Enjeli, ia harus mengiming-imingi Enjeli bahwa ia akan belikan gelang cantik di pasar. Enjeli senang dan setuju. Perjalanan menuju pusat kota memakan waktu dua jam dengan berjalan kaki.

Di perjalanan, Enjeli kelelahan. Ia meminta pada Huda untuk beristirahat sejenak.
“Ayah, bolehkah aku makan salah satu kue ini? Aku lapar sekali. Perjalanan ini sangat jauh.” Pinta Enjeli. Huda menatapnya dan berkata : “Jika kamu makan salah satu kue ini, uang hasil jualan kita tidak akan cukup untuk membeli bahan makanan untuk hari esok.”

“Tapi ayah…”

Huda tidak peduli dan terus melanjutkan perjalanan. Enjeli hanya terdiam sepanjang jalan. Setibanya di Pusat Kota, Huda dan Enjeli berkeliling mencari pembeli kue mereka. Namun tak ada satupun yang membeli. Penduduk hanya melewati mereka begitu saja.

“Harusnya aku tidak ikut ke sini.” Sungut Enjeli pada ayahnya.

“Lantas, pulanglah sendiri.”Huda tampak marah mendengar Enjeli bersungut-sungut di depannya.

“Ayah, apakah kau jadi membelikanku gelang cantik itu?” Enjeli bertanya kepada Huda.

“Enjeli. Kue ini tak ada satupun yang mau membelinya. Bagaimana bisa Ayah membelikanmu gelang?”

“Ayah bohong! Tahu begitu, aku tidak mau ikut ayah ke sini!” Enjelipun berlari meninggalkan Ayahnya.

Enjeli berlari terus dan berlari terus hingga akhirnya ia bertabrakan dengan seorang nenek tua.
“Hei gadis kecil, minta maaf cepat. Kau berlari dan menabrakku. Sekarang lihat belanjaanku berantakan semua.” Nenek tua itu marah pada Enjeli.

“Sebagai gantinya, kau ikut aku!” Enjeli ditarik paksa oleh nenek tua itu. Enjeli di bawa ke sebuah rumah yang tidak terurus dan sangat kotor.

Enjeli hampir menangis. “Hei gadis kecil, bawakan barang-barang ini masuk ke rumahku!” Enjeli yang mendengar itu langsung buru-buru memasukkan belanjaan Nenek tua ke dalam rumahnya.

“Sekarang, buatkan aku makan malam.” Enjeli hanya bisa menurut. Ia merasa menyesal selalu membantah jika Ibunya menyuruh. Sekarang di depan Nenek Tua, ia menjadi tak berdaya. Kemana perginya Enjeli yang suka menolak perintah dan tidak pernah mau disuruh?

Enjelipun menangis. “Nenek, bisakah aku pulang?”

“Tentu tidak… Aku akan menjadikanmu pelayanku. HAHAHAHA.” Tawa Nenek Tua itu makin menyeramkan.

Setiap hari, Enjeli harus memasak, membuat kue, mencuci pakaian, mencuci piring dan melakukan kegiatan rumah tangga lainnya atas perintah si Nenek tua. Ia rindu pada orang tuanya. Waktu itu, si nenek tua pergi ke pusat kota pagi-pagi benar. Enjeli mengendap-endap keluar rumah dan kabur untuk kembali ke rumahnya.

Enjeli tiba di pusat kota. Ia melihat dua orang yang sangat dikenalnya, duduk menangis di depan kue-kue jualannya. Mereka adalah orang tua Enjeli. Gadis itu berlari kencang menghampiri orang tuanya.
“AYAH, IBU!” ia memeluk orang tuanya erat.

“ENJELI…” orang tuanya memeluknya erat.

“Enjeli, kau baik-baik saja?” Elisa memegang pipi Enjeli dengan hati-hati.

“Ibu, maafkan aku. Aku berjanji akan selalu membantu ibu. Ayah, maafkan aku membuatmu cemas. Ayo kita pulang. Aku tidak mau lagi berada di sini.” Ajak Enjeli. Ia merahasiakan pengalamannya di rumah Nenek tua itu.

Dan sekarang, Enjeli berubah menjadi anak yang mengerti orang tua dan tidak pernah memaksakan kehendak. Kini ia selalu membantu Ibu dan Ayahnya melakukan pekerjaan rumah tanpa perlu disuruh.

PESAN MORAL : Di balik sebuah peristiwa, ada pelajaran yang bisa kita petik bahwa kita harus membantu orang tua karena itu adalah bentuk bakti kita kepada mereka. Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari cerita Enjeli ini. Jadilah anak yang rajin dan berbakti pada orang tua ya. Sampai jumpa di cerita selanjutnya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalamanku menabung emas digital di Maybank melalui Tabungan Emas Pegadaian di M2U ID App

REVIEW PRODUCT : Zwitsal Baby Liquid Powder

SECOND SHIELD TO PROTECT YOUR SKIN, CHECK THIS OUT